Sebutkan2 contoh hal yang merusak pada pemuaian. Question from @RahmanSaputra249 - Sekolah Menengah Pertama - Kimia. (tolong yah Kaka Kaka yang bisa usahakan benar yh dan pake format Diketahui, Ditanya, dan Dijawab) Answer. RahmanSaputra249 January 2019 | 0 Replies . Sebutkan contoh 2 hal yang merusak pemuaian 4 Macam-Macam Akad. Akad dapat dibagi dilihat dari beberapa segi. Jika dilihat dari segi keabsahannya menurut syara', akad terbagi dua yaitu: a. Akad Shahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat- syaratnya. Hukum dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh 4 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.50 16 akibat hukum yang Akantetapi menurutnya, seorang guru seharusnya selalu memiliki keikhlasan dan kesadaran akan pentingnya tugas Dalam sebuah hadis di sebutkan terdapat lima keutamaan orang menuntut ilmu, Ia memahami hal-hal yang dapat merusak akidah dan ibadahnya dam perannya sebagai khalifah (pemakmur, membangun peradaban) di bumi. Niatyang harus dicapai dalam bersedekah adalah keikhlasan pada barang yang disedekahkan. Salah satu ciri keikhlasan salah satunya bisa dicapai dengan tidak berbuat riya'. Kita tidak tergiur akan pujian orang lain atas kebajikan yang kita lakukan. Pikiran kita arahkan untuk meningkatkan taqwa pada Allah swt. 2. Sum'ah (menyebut harta sedekah) Remajayang taat kepada Allah menjadikan keikhlasan sebagai awal yang mendominasi niatnya untuk beramal karena keikhlasan merupakan parameter kemurnian sebuah amal. Firman Allah swt: "(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Jawabanterverifikasi ahli varlord Berikut adalah 3 hal yang dapat merusak keikhlasan dalam beramal: Riya '. Beramal karena ingin dipuji sesama manusia Ujub. Beramal lalu membanggakan atau menyombongkan amalannya. Sum'ah. Beramal karena ingin orang mendengar amalannya lalu memberinya pujian. . Ada beberapa perkara yang disangka oleh sebagian orang merusak keikhlasan, akan tetapi ternyata tidak merusak keikhlasan. Perkara-perkara tersebut adalah Pertama Beramal dalam rangka mencari surga. Sebagian orang terlalu berlebihan dan salah faham tentang keikhlasan. Orang yang beramal sholeh karena mencari surga dinamakan oleh Robi’ah al-Adawiyah dengan “Pekerja yang buruk”. Ia berkata مَا عَبَدْتُهُ خَوْفًا مِنْ نَارِهِ وَلاَ حُبًّا فِي جَنَّتِهِ فَأَكُوْنَ كَأَجِيْرِ السُّوْءِ، بَلْ عَبَدْتُهُ حُبًّا لَهُ وَشَوْقًا إِلَْهِ “Aku tidaklah menyembahNya karena takut neraka, dan tidak pula karena berharap surgaNya sehingga aku seperti pekarja yang buruk. Akan tetapi aku menyembahNya karena kecintaan dan kerinduan kepadaNya” Ihyaa’ Uluum ad-Diin 4/310 Demikian juga Al-Gozali mensifati orang yang seperti ini dengan orang yang ablah dungu. Ia barkata, فَالْعَامِلُ ِلأَجْلِ الْجَنَّةِ عَامِلٌ لِبَطْنِهِ وَفَرْجِهِ كَالْأَجِيْرِ السُّوْءِ وَدَرَجَتُهُ دَرَجَةُ الْبَلَهِ وَإِنَّهُ لَيَنَالُهَا بِعَمَلِهِ إِذْ أَكْثَرُ أَهْلِ الْجَنَّةِ الْبَلَهُ وَأَمَّا عِبَادَةُ ذَوِي الْأَلْبَابِ فَإِنَّهَا لاَ تُجَاوِزُ ذِكْرَ اللهِ تَعَالَى وَالْفِكْرِ فِيْهِ لِجَمَالِهِ … وَهَؤُلاَءِ أَرْفَعُ دَرَجَةً مِنَ الْاِلْتِفَاتِ إِلَى الْمَنْكُوْحِ وَالْمَطْعُوْمِ فِي الْجَنَّةِ “Seseorang yang beramal karena surga maka ia adalah seorang yang beramal karena perut dan kemaluannya, seperti pekerja yang buruk. Dan derajatnya adalah derajat al-balh orang dungu, dan sesungguhnya ia meraih surga dengan amalannya, karena kebanyakan penduduk surga adalah orang dungu. Adapun ibadah orang-orang ulil albab yang cerdas maka tidaklah melewati dzikir kepada Allah dan memikirkan tentang keindahanNya….maka mereka lebih tinggi derajatnya dari pada derajatnya orang-orang yang mengharapkan bidadari dan makanan di surga” Ihyaa Uluumid Diin 3/375 Tentunya ini adalah pendapat yang keliru. Bisa ditinjau dari beberapa sisi Pertama Allah telah mensifati para nabi dan juga pemimpin kaum mukminin bahwasanya mereka beribadah kepada Allah dalam kondisi takut dan berharap. Allah berfirman أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا ٥٧ Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang harus ditakuti. QS Al-Isroo 57 Allah berfirman tentang Ibaadurrohman bahwasanya mereka takut dengan adzab neraka وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا ٦٥ Dan orang-orang yang berkata “Ya Tuhan Kami, jauhkan azab Jahannam dari Kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”.QS Al-Furqoon 65 Nabi Ibrahim alaihis salaam berkata dalam doanya وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ ٨٥وَاغْفِرْ لأبِي إِنَّهُ كَانَ مِنَ الضَّالِّينَ ٨٦وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ ٨٧ Dan Jadikanlah aku Termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, Dan ampunilah bapakku, karena Sesungguhnya ia adalah Termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. QS Asy-Syu’aroo 85-87 Allah memuji Nabi Zakariya dan juga Nabi Yahya alaihima as-salam dalam firmanNya إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ ٩٠ Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami. QS Al-Anbiyaa 90 Demikian juga Nabi Muhammad ﷺ terlalu banyak doa-doa beliau meminta surga dan terjauhkan dari neraka. Kedua Bahkan Allah mensifati para ulil albab orang-orang yang berakal dan cerdas bahwasanya mereka takut dengan adzab neraka dan mengarapkan janji Allah. Yang ini jelas bantahan terhadap Al-Ghozali yang menganggap orang yang mengharapkan surga dan takut neraka sebagai orang yang dungu. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ١٩١رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ ١٩٢رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ ١٩٣رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ ١٩٤ Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami mendengar seruan yang menyeru kepada iman, yaitu “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan Kami, berilah Kami apa yang telah Engkau janjikan kepada Kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau hinakan Kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” QS Ali Imroon 191-194 Ketiga Setelah Allah menyebutkan tentang kenikmatan-kenikmatan di surga lalu Allah memerintahkan para hambaNya untuk saling berlomba-lomba dalam memperolehnya. وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ ٢٦ dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. QS Al-Muthoffifin 26 Keempat Terlalu banyak ayat dalam al-Qur’an penjelasan tentang nikmat-nikmat surga. Maka jika seseorang tercela mengharapkan kenikmatan surga maka seakan-akan Allah telah menyesatkan hamba-hambaNya dengan mengiming-iming mereka dengan nikmat surga. Demikian juga halnya Allah sering menyebutkan tentang perihnya adzab neraka. Kelima Diantara kenikmatan surga –bahkan yang merupakan puncak kenikmatan- adalah melihat wajah Allah. Karenanya Nabi ﷺ meminta kepada Allah nikmat ini, sebagaimana dalam doanya وَأَسْأَلَُك لَذَّةَ النَّظْرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكِ “Dan aku memohon keledzatan memandang wajahMu, dan kerinduan untuk bertemu denganMu” HR An-Nasaai no 1305 dan dishahihkan oleh Al-Albani Orang yang mengaku tidak berharap kenikmatan surga, maka apakah ia tidak ingin melihat wajah Allah?!! Enam Banyak hadits yang mempersyaratkan “pengharapan ganjaran dari Allah” pada sebuah amalan. Contohnya sabda Nabi ﷺ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barang siapa yang berpuasa di bulan ramadhan karena keimanan dan berharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” HR Al-Bukhari no 38 dan Muslim no 760 مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ مِنَ الأَجْرِ، قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا الْقِيْرَاطَانِ؟ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ “Barangsiapa yang mengikuti janazah muslim karena keimanan dan mengharapkan ganjaran dari Allah hingga disholatkan jenazah tersebut maka bagi dia qirot pahala, dan barangsiapa yang menghadiri janazah hingga dikubur maka baginya dua qirot pahala”. Maka dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa itu dua qirot?”, Nabi berkata, “Seperti dua gunung besar” HR Al-Bukhari no 47 Al-Khotthoobi berkata احْتِسَابًا أَيْ عَزِيْمَةً وَهُوَ أَنْ يَصُوْمَهُ عَلَى مَعْنَى الرَّغْبَةِ فِي ثَوَابِهِ “Ihtisaaban” yaitu azimah tekad yaitu ia berpuasa karena berharap pahala dari Allah” Fathul Baari 4/115 Kedua Beribadah disertai dengan niat mencari kemaslahatan dunia yang dizinkan oleh syari’at Banyak dalil yang menunjukan akan hal ini, diantaranya firman Allah لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia rezki hasil perniagaan dari Tuhanmu” QS Al-Baqoroh 198 Para ulama telah sepakat bahwa seseorang yang melaksanakan ibadah haji sambil berdagang maka hajinya sah, berdasarkan ayat ini. Tentunya seseorang yang berhaji sambil berdagang tidaklah ia memaksudkan dengan perdagangannya untuk Riya’. Karenanya perdagangannya tersebut bukanlah kesyirikan. Akan tetapi niatnya adalah ia berhaji sambil berdagang, dan berdasarkan ayat ini Allah membolehkan niat seperti ini. Contoh lagi sabda Nabi ﷺ دَاوُوْا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ “Obati orang-orang sakit diantara kalian dengan sedekah” Dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhiib no 744 Hadits ini menunjukan akan bolehnya seseorang bersedekah dengan niat agar orang yang sakit dari keluarganya disembuhkan oleh Allah dengan sebab sedekah tersebut. Nabi juga bersabda مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ أَوْ يُنَسَّأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “Barang siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung silaturahmi” HR Al-Bukhari no 2067 dan Muslim no 2557 Hadits ini jelas menunjukan akan bolehnya seseorang bersilaturahmi dengan niat agar dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya. Bahkan Allah berfirman وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ٢وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. QS At-Tholaaq 2-3 Ayat ini jelas bahwsanya boleh seseorang bertakwa kepada Allah dengan niat agar diberi jalan keluar oleh Allah dan diberi rizki dari arah yang tidak ia persangkakan. Sebagian ulama menyangka bahwasanya jika dalam ibadah tercampurkan/tersyarikatkan niat-niat keduniaan maka ibadah tersebut tidak sah. Akan tetapi hal ini merupakan kesalahan. Al-Imam Al-Qoroofi salah seorang ulama besar dari madzhab Maliki telah menjelaskan dengan gamblang tentang perbedaan antara Riya’ dengan mencampurkan niat keduniaan dalam ibadah. Al-Qorofi rahimahullah berkata “Perbedaan yang ke 102, antara kaidah Riya’ dalam peribadatan dengan kaidah tasyriik mencampurkan niat keduaniaan-pen dalam ibadah. Ketahuilah bahwasanya Riya’ dalam peribadatan adalah syirik, serta mempersyerikatkan bersama Allah dalam ketaatannya. Dan hal ini melazimkan kemaksiatan dan dosa, serta batilnya ibadah tersebut…. Penjelasan kaidah Riya’ ini dan rahasainya adalah seseorang mengamalkan suatu amalan yang diperintahkan untuk bertaqorrub dan dia memaksudkan dengan amalan tersebut wajah Allah dan juga agar orang-orang mengagungkannya atau sebagian orang, maka dengan diagungkannya dia maka sampailah kemanfaatan orang-orang tersebut kepadanya atau ia terhindarkan dari gangguan mereka. Ini adalah kaidah dari salah satu dari dua model Riya’. Adapun model yang lain, yaitu ia beramal dengan suatu amalan yang ia sama sekali tidak mengharapkan wajah Allah, akan tetapi ia hanya ingin pengagungan/sanjungan manusia saja. Model ini dinamakan dengan riya yang ikhlas, adapun model yang pertama dinamakan dengan Riya’ syirik, karena model ini tidak ada pensyarikatan semata-mata mengharapkan pujian manusia saja, adapun model yang pertama pensyarikatan antara manusia dan Allah…. Adapun hanya sekedar pensyarikatan –seperti seseorang yang berjihad untuk menjalankan ketaatan kepada Allah dengan berjihad dan juga untuk memperoleh harta gonimah- maka hal ini tidaklah memudhorotkannya, serta ijmak kesepakatan/consensus ulama bahwasanya hal ini tidak haram baginya, karena Allah menjadikan harta gonimah dalam ibadah jihad. Maka tentunya ada perbedaan antara seseorang yang berjihad agar orang-orang mengatakan “ia adalah seorang pemberani”, atau agar sang imam/pemimpin negara menghormatinya sehingga memberikannya banyak harta dari baitul maal, maka hal ini dan yang semisalnya adalah Riya’ yang haram. Berbeda dengan seseorang yang berjihad untuk memperoleh budak tawanan wanita, hewan tunggangan perang, dan persenjataan musuh, maka hal ini tidaklah memudorotkannya, padahal ia telah mensyerikatkan niatnya-pen. Dan tidaklah dikatakan bahwasanya hal ini adalah riya, karena Riya’ adalah ia beramal agar makhluk Allah melihatnya… maka barangsiapa yang tidak melihat dan tidak memandang maka tidaklah dikatakan pada suatu amalan –dari sisinya- adalah Riya’. Harta gonimah dan yang semisalnya tidaklah dikatakan ia melihat atau memandang, maka tidaklah benar jika dikatakan lafal Riya’ kepada benda-benda ini karena mereka tidak melihat. Demikian pula seseorang yang haji lalu mensyarikatkan dalam hajinya maksud untuk berdagang, yaitu mayoritas tujuannya atau bahkan seluruhnya adalah bersafar untuk berdagang secara khusus, dan hajinya –ia maksudkan atau tidak- akan tetapi hanya bersifat mengikuti tujuan dagangnya. Hal ini juga tidaklah merusak keabsahan hajiaya, dan tidak menimbulkan dosa dan kemaksiatan. Demikian pula orang yang berpuasa agar tubuhnya sehat, atau agar hilang penyakitnya yang bisa disembuhkan dengan puasa, maka jadilah penyembuhan merupakan tujuannya atau diantara tujuannya dan puasa dibarengkan dalam tujuannya. Lalu ia melakukan puasa disertai dengan tujuan-tujuan ini. Hal ini tidaklah merusak puasanya, bahkan Nabi ﷺ telah memerintahkan dalam sabdanya, “Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu maka menikahlah, barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa bisa menjadi perisai baginya”, yaitu pemutus syahwatnya. Maka Nabi memerintahkan berpuasa untuk tujuan ini, jika hal ini bisa merusak keabsahan puasa, tentunya Nabi tidak akan memerintahkan hal ini dalam peribadatan, dan juga tidak menyertakan tujuan ini dalam niat ibadah. Diantaranya juga orang yang memperbarui wudunya agar lebih segar dan lebih bersih. Seluruh tujuan-tujuan ini tidaklah terdapat padanya pengagungan makhluk. Akan tetapi hanyalah pensyerikatan perkara-perkara kemaslahatan yang tidak memiliki indra, dan tidak bisa memiliki indra penglihatan dan tidak layak untuk diagungkan. Maka hal ini tidaklah merusak keabsahan ibadah… Benar bahwasanya tujuan-tujuan ini yang mencampuri ibadah bisa jadi mengurangi ganjaran ibadah. Ibadah yang tujuannya murni dan bersih dari tujuan-tujuan duniawi ini maka pahalanya lebih besar dan banyak. Adapun dosa dan batilnya ibadah maka tidaklah ada dalilnya” Al-Furuuq li Al-Qoroofi, tahqiq Umar Hasan Al-Qiyyaam, Muassasah Ar-Risalah, cetakan pertama 3/10-12 Akan tetapi tentunya ada perbedaan antara seseorang yang niatnya murni semata-mata karena mencari ganjaran akhirat, lantas setelah itu ia memperoleh kenikmatan-kenikmatan dunia. Maka orang yang seperti ini tentunya tidak berkurang sama sekali pahalanya. Berbeda dengan seseorang yang sejak awal beribadah dalam niatnya sudah tercampur niat keduniaan untuk memperoleh harta dunia maka orang inilah yang pahalanya berkurang. Lihat Ihkaam Al-Ahkaam karya Ibnu Daqiiq al-Ied hal 492, tahqiq Mushthofa syaikh, terbitan Muassasah Ar-Risalah, cetakan pertama Seorang yang berjihad niatnya semata-semata untuk menegakkan kalimat Allah dan berharap ganjara akhirat, lantas setelah itu ia memperoleh gonimah harta rampasan perang musuh maka pahalanya sempurna. Karenanya Nabi ﷺpun serta para sahabat mengambil harta rampasan perang. Berbeda halnya dengan seseorang yang sejak awal berangkat berjihad niatnya sudah tercampur dengan tujuan untuk memperoleh harta rampasan perang. Nabi ﷺ bersabda ; مَا مِنْ غاَزِيَةٍ تَغْزُو فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيُصِيْبُوْنَ الْغَنِيْمَةَ إِلاَّ تَعَجَّلُوا ثُلُثَيِ أَجْرِهِمْ مِنَ الآخِرَةِ وَيَبْقَى لَهُمُ الثُّلُثُ وَإِنْ لَمْ يُصِيْبُوا غَنِيْمَةً تَمَّ لَهُمْ أَجْرُهُمْ “Tidaklah ada pasukan yang berjihad di jalan Allah lalu memperoleh harta gonimah kecuali mereka telah menyegerakan dua pertiga pahala akhirat mereka, dan tersisa bagi mereka sepertiga pahala akhirat mereka. Jika mereka tidak memperoleh gonimah maka sempurnalah pahala mereka” HR Muslim no 1905 Karenanya mungkin kita bisa membagi permasalahan ini dalam beberapa bagian berikut Pertama Seseorang yang beribadah murni karena riya…, sama sekali tidak terbetik dalam hatinya keinginan untuk meraih pahal akhirat. Riya yang seperti ini jika selalu terjadi dalam peribadatan, maka hampir-hampir tidak dilakukan oleh seorang muslim, akan tetapi terjadi para orang-orang munafik Kedua Seseorang yang beribadah dengan Riya’, ia mengharapkan wajah Allah, ia mengharapkan ganjaran akhirat, akan tetapi ia juga mengharapkan pujian manusia, sanjungan dan pengagungan dari mereka terhadap dirinya. Inilah Riya’ yang sering menimpa kaum muslimin. Ketiga Seseorang yang tatkala beribadah sama sekali tidak terbetik dalam hatinya untuk memperoleh ganjaran akhirat, akan tetapi niatnya murni untuk mencari perkara duniawi, inilah yang dinamakan oleh Al-Qoroofi dengan Riya nya ikhlas. Allah berfirman فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ Maka di antara manusia ada orang yang bendoa “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia”, dan Tiadalah baginya bahagian yang menyenangkan di akhirat. QS Al-Baqoroh 200 Keempat Seseorang yang beribadah murni ikhlas karena Allah, dan tidak ada dalam niatnya untuk memperoleh pujian manusia, dan juga tidak ada niat untuk memperoleh tujuan duniawi. Maka orang seperti ini pahalanya sempurna, meskipun setelah itu ternyata ia memperoleh perkara-perkara dunia, baik dipuji atau memperoleh harta dunia karena amalannya maka sama sekali tidak mempengarui kesempurnaan pahalanya. Hal ini seperti seseorang yang setelah beramala sholeh lalu ia dipuji orang lain, dan kemudian dalam hatinya terbetik rasa gembira dengan pujian tersebut. Maka ini tidaklah mempengaruhi kesempurnaan pahala ibadanya yang telah ia kerjakan dengan ikhlas tidak mengharapkan pujian manusia. Ada yang menanyakan pada Rasulullah ﷺ, أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ قَالَ تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ ». “Bagaimana pendapatmu dengan orang yang melakukan suatu amalan kebaikan, lalu setelah itu dia mendapatkan pujian orang-orang. Nabi ﷺ mengatakan, “Itu adalah berita gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan.” HR Muslim no 2642. An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini pertanda bahwa Allah ridho dan mencintainya. Lalu Allah menjadi makhluk/manusia mencintainya pula” Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 16/189 Demikian pula seseorang yang berjihad ikhlas dan tidak terbetik dalam hatinya untuk mecari gonimah, lantas setelah itu iapun memperoleh harta gonimah. Kelima Seseorang yang beribadah ikhlas karena mengharapkan wajah Allah, akan tetapi ia menyertakan dalam niatnya tujuan-tujuan yang lain, maka kondisi orang ini ada tiga kemungkinan Tujuan-tujuan tersebut juga merupakan tujuan yang mulia dan berkaitan dengan akhirat. Maka orang seperti ini memperoleh ganjaran yang ganda berdasarkan niat gandanya. Contohnya seseorang imam yang sengaja memperpanjang ruku’nya karena ia merasa ada makmum yang terlambat yang segera ingin ruku’ bersamanya agar memperoleh pahala raka’at. Maka imam ini telah melakukan dua kebaikan. Al-Iz bin Abdis Salaam berkata, “Apakah perbuatan seorang imam yang menunggu makmum masbuq agar mendapatkan ruku’ termasuk kesyirikan?. Aku katakan bahwsanya sebagian ulama menyangka perkaranya demikian, akan tetapi perkaranya tidak sebagaimana yang mereka sangka. Justru hal ini adalah bentuk mengumpulkan dua qurbah amal sholeh, karena membantu makmum untuk mendapatkan ruku’ dan ini merupakan amal sholeh tersendiri” Qowaa’id Al-Ahkaam Fi Mashoolih al-Anaam, karya Al-Izz bin Abdis Salaam 1/212, tahqiq DR Utsman Jum’at, Daarul Qolam Lalu Al-Izz bin Abdis Salaam menyebutkan dalil akan hal ini, yaitu bahwasanya ada seseorang yang sholat sendirian lalu Nabi ﷺ berkata, “أَلآ رَجُلٌ يَتَصَدَّقُ عَلَى هَذَا فَيُصَلَِيَ مَعَهُ؟” Adakah seseorang yang bersedekah terhadap orang ini, lalu sholat berjama’ah bersamanya?. HR Abu Dawud 574 dan dishahihkan oleh Al-Akbani. Lalu ada seseorang yang sholat bersama orang tersebut. Dan Nabi tidak menjadikan amalan ini sebagai suatu bentuk Riya’ atau kesyirikan Lihat Qowaa’idul Ahkaam 1/213. Dalil lain yang menunjukan akan hal ini adalah sabda Nabi ﷺ إِنِّي لَأَقُوْمُ إِلَى الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيْدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيْهَا، فَأَسْمَعُ بُكاءَ الصَّبِيِّ، فأتَجوزُ؛ كراهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ “Sungguh aku hendak sholat dan aku ingin memperpanjang sholatku, lalu aku mendengar tangisan anak kecil, maka akupun meringankan/mempercepat sholatku kawatir memberatkan ibunya” HR Abu Dawud no 755 dan dishahihkan oleh Al-Albani عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ قَالَ جَاءَنَا مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ فِي مَسْجِدِنَا هَذَا فَقَالَ إِنِّي لَأُصَلِّي بِكُمْ وَمَا أُرِيْدُ الصَّلاَةَ أُصَلِّي كَيْفَ رَأَيْتُ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي Dari Abu Qilabah ia berkata, “Malik bin Al-Huwairits radhiallahu anhu datang di masjid kami ini, lalu ia berkata, “Sesungguhnya aku akan sholat mengimami kalian, dan sebenarnya aku tidak ingin sholat, aku sholat sebagaimana aku melihat Nabi shlallallalhu alaihi wa sallam sholat” HR Al-Bukhari no 677. Al-Hafiz Ibnu Hajr berkata, “Malik bin al-Huwaits memandang bahwa mengajari tata cara sholat dengan praktek lebih jelas dari pada dengan perkataan. Ini dalil akan bolehnya hal ini, dan hal ini tidak termsuk dlam bab kesyirikan dalam ibadah” Fathul Baari 2/163 Tujuan-tujuan tersebut berkaitan dengan dunia, akan tetapi diperbolehkan dalam syari’at berdasarkan dalil-dalil yang ada. Seperti seseorang yang bersilaturahmi selain ingin memperoleh pahala dari Allah ia juga ingin diperpanjang umurnya dan ditambah rizkinya. Atau seseorang yang bersedekah selain karena berharap pahala akhirat ia juga ingin sedekah tersebut sebagai sebab kesembuhan penyakit salah satu anggota keluarganya. Maka dzohir dalil-dalil tersebut menunjukan bahwa niat-niat keduniaan seperti ini tidak mengurangi kesempurnaan pahala ibadahnya. Karena tidak mungkin Nabi ﷺ memotivasi untuk beribadah dengan ganjaran dunia yang bisa mengurangi kesempurnaan pahala akhirat. Nabilah yang memotivasi untuk memperpanjang umur dan lapangnya rizki dengan bersilaturahmi. Tujuan-tujuan tersebut berkaitan dengan dunia, akan tetapi tidak ada nash/dalil khusus yang menjelaskan akan kebolehannya. Contoh tidak ada dalil bahwasanya jika seseorang menjadi imam masjid lantas akan dilapangkan rizkinya, atau seseorang yang berdakwah akan ditambah rizkinya. Maka kondisi orang yang seperti ini ada dua model Perkara dunia yang menjadi tujuannya ternyata ia tujukan untuk amalan akhirat. Contohnya seseorang yang menjadi imam dengan niat untuk memperoleh upah imam, lantas ia niatkan upah tersebut untuk menjalankan amal sholeh, seperti untuk berbakti kepada kedua orangtuanya, atau agar bisa bersedekah pada fakir miskin, dsb. Maka dzohirnya ia sama dengan model yang 1 di atas, yang memiliki tujuan ganda tapi seluruhnya merupakan tujuan akhirat. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Yang mustahab/disunnahkan adalah seseorang mengambil upah untuk bisa berhaji, bukan berhaji untuk mengmbil upah. Hal ini berlaku bagi seluruh upah yang diambil dari amal sholeh. Barang siapa yang mencari rizki mengambil upah agar bisa belajar atau agar bisa mengajar atau untuk berjihad maka baik. Sebagaimana datang dari Nabi ﷺ bahwasanya beliau bersabda مَثَلُ الَّذِيْنَ يَغْزُوْنَ مِنْ أُمَّتِي وَيَأْخُذُوْنَ أُجُوْرَهُمْ مَثَلُ أُمِّ مُوْسَى تُرْضِعُ ابْنَهَا وَتَأْخُذُ أَجْرَهَا “Permisalan orang-orang yang berperang berjihad dari umatku dan mengambil upah mereka gonimah dan lain-lain -pen seperti ibunya nabi Muasa yang menyusui ibunya lalu mengambil upahnya” Dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani Nabi menyamakan mereka para mujahid dengan seseorang yang melakukan suatu pekerjaan karena suka dengan pekerjaan tersebut, sebagaimana ibunya Musa yang menyusui Nabi Musa. Hal ini berbeda dengan wanita penyusu sewaan… Adapun orang yang berbuat dalam bentuk amal sholeh agar bisa memperoleh rizki maka ini termasuk amalan dunia. فَفَرْقٌ بَيْنَ مَنْ يَكُوْنُ الدِّيْنُ مَقْصُوْدَهُ وَالدُّنْيَا وَسِيْلَةً وَمَنْ تَكُوْنَ الدُّنْيَا مَقْصُوْدَهُ وَالدِّيْنُ وَسِيْلَةً Maka berbeda antara seseorang yang agama merupakan tujuannya dan dunia hanyalah wasilah/perantara dengan seseorang yang dunia merupakan tujuan sedangkan agama adalah wasilah/perantaranya. Orang yang seperti ini dzohirnya ia tidak akan memperoleh bagian di akhirat” Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 26/19-20 Perkara dunia yang menjadi tujuannya adalah tidak ia kaitkan dengan tujuan akhirat. Seperti contohnya ia hanya ingin memperoleh upah imam dalam rangka tujuan-tujuan duniawi murni, maka inilah yang mengurangi kesempurnaan pahala akhirat dan ibadah yang ia lakukan. Ditulis oleh Ustadz DR. Firanda Andirja, MA Judul Berjihad Melawan Riya’ Series Ikhlas 27 Aug 2018 Ikhlas merupakan amalan hati yang sangat penting. Karena ikhlas menjadi pokok dari agama Islam. Di samping itu ikhlas juga menjadi inti sari dan ruh dari ibadah. Maka amalan ibadah yang sesuai tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak akan diterima oleh Allah kecuali apabila dilakukan dengan niat yang ikhlas. Definisi Ikhlas Secara bahasa Secara bahasa,… read more » loading...Beberapa perkara yang merusak niat perlu diketahui kaum muslimin agar ibadahnya tidak sia-sia di sisi Allah. Foto/Ist Pentingnya menjaga niat agar tidak ternodai dengan perkara-perkara yang dibenci Allah. Dari Umar, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan balasan bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan." HR Al-BukhariUlama Ahli Makrifat, Abah Guru Sekumpul KH Muhammad Zaini Abdul Ghani Al-Banjari menerangkan beberapa hal yang dapat merusak keikhlasan niat. Ada empat perkara yang merusak niat sebagaimana dijelaskannya berkatguru_sekumpul. Dari empat perkara ini, nomor tiga sering tidak disadari. 1. UjubRasa ujub atau bangga terhadap diri sendiri bisa merusak keikhlasan seseorang, karena ia merasa kagum terhadap apa saja yang dirinya sendiri lakukan. Imam An-nawawi mengatakan bahwa barangsiapa yang mengagumi diri sendiri maka amalan yang ia lakukan akan tertolak. Rasa ujub ini, apabila sudah mengakar pada kepribadian seseorang maka akan sangat sulit untuk dihilangkan. Oleh karena itu, maka latihlah diri sendiri sejak kecil untuk menghindari rasa ujub, sebab ujub bisa mengakibatkan seseorang menjadi SombongSombong adalah memamerkan amalan atau hal baik yang dilakukan kepada orang lain supaya orang lain merasa kagum kepada dirinya. Ibadah yang disombongkan kepada orang lain, maka akan hanguslah ibadah yang ia lakukan. Sesungguhnya seseorang yang niat beramal karena kesombongan atau riya', maka niat sekaligus amalanya akan menjadi rusak, sehingga pahalanya hangus dan akan berganti menjadi dosa. Jauhi sifat sombong dan jauhi pula orang yang sombong, jika engkau tidak kuat melihat kesombongan Amalan yang untuk Keperluan DuniawiSesungguhnya amalan ibadah yang dilakukan untuk mendapat dunia, maka yang ia lakukan akan tertolak. Sebab ibadah ini tujuanya untuk mencapai ridho Allah, sebagai rasa bersyukur, sebagai rasa takut serta sebagai rasa malu dan bukan untuk duniawi. Orang yang berani merendahkan ibadah yang mulia dan mencampurkanya dengan kepentingan dunia maka ia lebih rendah daripada kotoran. Maka janganlah mencampurkan agama dengan dunia, karena dunia lebih hina dibandingkan Ibadah yang Dilakukan dengan Rasa Berat Tidak IkhlasOrang yang merasa keberatan dengan suatu ibadah dan ia tidak suka menjalankan ibadah tersebut, maka ibadahnya tidak diterima berdasarkan beberapa pendapat dari ulama. Salah satu ciri diterimanya ibadah ialah mengerjakanya dengan ikhlas dan tidak keberatan dalam sebab itu, kerjakanlah ibadah dengan ikhlas dan janganlah merasa keberatan dalam melakukan ibadah. Semoga Allah memudahkan kita dalam melaksanakan ibadah kepadanya. Almaushua' Fiqh Islam Bab 2 karya Habib Hasan Alaydrus Baca Juga rhs Nobleex JawabanEmang pelajaranya merusak keikhlasan seseorang bisa dari hatinyaSifat dengki,iri hasad dll itu bisa merusak keikhlasan seseorang 2 votes Thanks 2 Hal-hal yang Merusak Iman Aqidah Kelas XII ~ Al-imaan yaziidu wa yanqhusu. Iman itu kadang bertambah, kadang juga berkurang. Ketika dalam kondisi susah kadang manusia sangat ingat kepada Allah. Selalu berusaha taqorrub mendekatkan diri kepada Allah. Iman senantiasa terpupuk dan terjaga. Ia sukses dengan ujian keimanannya. Tapi, ketika sedang dalam kondisi bahagia, banyak yang terlena. Banyak yang lupa kepada Allah, sehingga dirinya makin jauh tak ingat kepada-Nya. Gagal dalam ujian keimanan lewat kenikmatan dunia yang dimilikinya. Na'udzu billaah min dzaalik kita berlindung kepada Allah dari yang demikian. Maka, agar iman tetap terjaga dan cenderung bertambah, maka seorang muslim atau muslimah harus senantiasa memupuk dan menjaga imannya. Diantara bentuk memupuk imannya adalah dengan senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan bentuk menjaga imannya diantaranya adalah dengan menghindari hal-hal yang dapat merusak yang Merusak Iman Beberapa hal yang dapat merusak keimanan diantaranya adalah A. Syirik B. Takhayul, Bid'ah, dan Khurafat C. Riya D. Nifaq E. Riddah G. FasiqA. SyirikPengertian SyirikSyirik secara bahasa berasal dari kata Syarika شَرِكَ yang artinya berserikat, bersekutu, bersama, atau menurut istilah syirik artinya suatu perbuatan yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala atau menyamakan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan meyakini ada kekuatan yang menyamai atau melebihi kekuatan Allah SWT yang dapat mendatangkan manfaat dan al-Quran kata "syirik" dengan derivasinya dalam berbagai bentuknya disebutkan sebanyak 227 kali. Orang yang melakukan perbuatan syirik disebut dengan musyrik مُشْرِك.Syirik adalah Dosa BesarSyirik adalah dosa besar yang tidak diampuni Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat An-Nisa' Ayat 48إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًاArtinya "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar".Jenis dan Macam-macam SyirikA. Syirik Besar dan Syirik KecilDilihat dari sifat dan tingkat sanksinya hukumannya, syirik dibagi menjadi dua1. Syirik Besar asy-syirkul akbar2. Syirik Kecil asy-syirkul ashgharSyirik besar adalah menjadikan selain Allah sebagai sekutu niddan yang disembah dan ditaati seperti halnya menyembah Allah SWT. Dia meminta dan berdoa kepadanya seperti meminta dan berdoa kepada Allah SWT. Ia takut, berharap, dan cinta kepadanya seperti ia takut kepada Allah SWT atau ia melakukan suatu bentuk ibadah kepadanya seperti ibadah kepada besar ada yang tampak nyata dhahirun jaliyyun seperti menyembah manuisa, berhala, matahari, bulan, bintang, malaikat, dan benda-benda besar ada juga yang bersifat tersembunyi bathinun khafiyyun seperti berdoa meminta kepada orang yang sudah meninggal, minta pertolongan kepadanya agar dikabulkan keinginannya, minta disembuhkan dari penyakit atau dihindarkan dari bahaya, dan yang kecil adalah perkara atau perbuatan yang dapat membawa seseorang kepada kemusyrikan. Jika dilakukan terus menerus, maka dikhawatirkan dapat mengantarkan pelakunya kepada syirik kecil dalam bentuk amalan contohnya adalah riya اَلرِّيَاء. Riya artinya pamer. Yaitu melakukan perbuatan karena ingin dilihat dan dipuji oleh orang jelas lagi riya artinya melihat memperlihatkan. Secara istilah riya artinya memperlihatkan memperbagus suatu amalan ibadah dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian juga istilah yang mirip dengan riya, yaitu sum'ah. Sum'ah artinya memperdengarkan menceritakan suatu amalan ibadah dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian mudah dan gamblang contoh orang yang riya dalam shalatMisal biasanya shalat dua rakaat dikerjakan dua menit. Berhubung shalat dipinggi ayah/ibu/guru/mertua dan lain-lain, maka shalat dua rakaatnya dikerjakan 7 menit atau 10 menit agar dinilai sebagai orang alim dan lain syirik besar asy-syirkul akbar dan Syirik kecil asy-syirkul ashgharSyirik Besar- Menyebabkan pelakunya keluar dari Islam- Menghapus seluruh amal kebaikan yang dilakukan- Menyebabkan pelakunya kekal di neraka diharamkan masuk surgaSyirik Kecil- Tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam- Menghapus pahala amal yang disertai oleh syirik kecil tersebut- Tidak menyebabkan pelakunya kekal di nerakaB. Syirik Rububiyyah, Syirik Uluhiyyah, dan Syirik Asma wa ShifatDilihat dari segi kekhususna sifat Allah SWT syirik dibedakan menjadi tiga syirik rububiyyah, syirik uluhiyyah, dan syirik asma wa shifat- Syirik Rububiyyah adalah meyakini bahwa selain Allah Subhanahu wa Ta'ala ada sesuatu yang mampu menciptakan, memberi rizki, menghidupkan atau mematikan, dan sifat-sifat rububiyyah Syirik Uluhiyah adalah meyakini bahwa selain Allah Subhanahu wa Ta'ala ada sesuatu yang disembah dan ditaati, sesuatu yang bisa memberikan madharat atau manfaat, memberikan syafa'at tanpa izin Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan lainnya yang termasuk sifat-sifat Syirik dalam asma wa shifat adalah meyakini bahwa selain Allah Subhanahu wa Ta'ala ada yang memiliki sifat-sifat khusus yang hanya dimiliki oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti mengetahui perkara yang ghaib, dan sifat-sifat Takhayul, Bid'ah, dan KhurafatTahayulSecara bahasa Tahayul berasal dari kata tahayala-yatahayalu-tahayulan yang artinya reka-rekaan, persangkaan, atau khayalan. Secara istilah tahayul adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan pada sumber Islam baik Al-Quran maupun al-Hadits As-Sunnah. Tahayul dasarnya adalah hayalan atau imajinasi manusia, tradisi yang bersumber pada kepercayaan animisme roh nenek moyang dan dinamisme kepercayaan adanya kekuatan ghaib pada benda-benda tertentu- Contoh Tahayul meyakini mitologi Nyi Roro Kidul sebagai penguasa laut selatan yang akan menculik perempuan-perempuan yang memakai pakaian warna hijau jika bermain di pantai selatan, meyakini ramalan bintang zodiak, meyakini hari-hari baik dan hari sial untuk hajatanBid'ahSecara bahasa Bid'ah artinya sesuatu yang baru. Sedang secara istilah bid'ah artinya mengada-adakan sesuatu dalam agama Islam yang tidak dijumpai keterangannya dalam al-Quran dan as-Sunnah. Atau dengan ungkapan lain "amalan ibadah yang tidak ada tuntunannya baik dalam al-Quran maupun melalui hadits sunnah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Bid'ah- memperingati hari kematian tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, hingga seribu hari- mengkhususkan malam nishfu sya'ban untuk qiyamul lail dan puasa esok harinyaKhurafatKhurafat Churafat menurut bahasa berarti dongeng, legenda, kisah, cerita bohong, asumsi, dugaan, kepercayaan dan keyakinan yang tidak masuk akal atau aqidah yang tidak istilah khurafat artinya suatu kepercayaan, keyakinan, pandangan dan ajaran yang sesunguhnya tidak memiliki dasar dari agama tetapi diyakini bahwa hal tersebut berasal dan memikiki dasar dari mengkultuskan menghormati secara berlebih-lebihan terhadap orang-orang tertentu, menggunakan ayat-ayat Al-Quran untuk jimatC. RiyaRiya artinya melihat memperlihatkan. Secara istilah riya artinya memperlihatkan memperbagus suatu amalan ibadah dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian juga istilah yang mirip dengan riya, yaitu sum'ah. Sum'ah artinya memperdengarkan menceritakan suatu amalan ibadah dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian mudah dan gamblang contoh orang yang riya dalam shalatMisal biasanya shalat dua rakaat dikerjakan dua menit. Berhubung shalat dipinggi ayah/ibu/guru/mertua dan lain-lain, maka shalat dua rakaatnya dikerjakan 7 menit atau 10 menit agar dinilai sebagai orang alim dan lain NifaqNifaq artinya berpura-pura. Yaitu menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung dalam yang suka berbuat nifak disebut orang munafik- suka menghalangi orang beriman dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya- Selalu mengajak kepada kekufuran- suka berbuat kerusakan- Bila berkata berdusta, berjanji mengingkari, diberi amanat berkhiayanat, dan bila bermusuhan berbuat curangE. RiddahRiddah secara bahasa artinya kembali kembali kepada kekufuran. Secara istilah riddah artinya meninggalkan agama Islam secara sadar dan atas kemauan sendiri, tanpa ada paksaan dari orang riddah- Riddah dalam keyakinan misal meragukan ayat al-Quran, meragukan risalah nabi, menghalalkan yang diharamkan Allah- Riddah dalam perkataan bersumpah dengan selain Allah, menghina al-Quran, menghina Nabi dan Rasul Allah- Riddah dalam perbuatan bersujud kepada selain Allah, mempelajari dan mengamalkan sihir, memutuskan hukum tidak berdasarkan hukum AllahG. FasiqFasik secara bahasa artinya keluar dari sesuatu. Secara istilah fasik artinya keluar dari ketentuan-ketentuan syariat, keluar dari ketaatan kepada AllahContoh-contoh perbuatan yang termasuk kefasikanMisal pas waktu shalat dhuhur tiba, tidak seger melaksanakn shalat tapi malah sibu berktifitas lainnya, di bulan Ramadhan tidak puasa padahal mampu melakukannya, dalam pergaulan pria wanita melanggar batas-batas agama.

sebutkan hal yang dapat merusak keikhlasan